Senin, 27 Desember 2010

Perkembangan Sejarah Obat


Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Obat Nabati                            
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara coba-mencoba secara empiris, orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun-temurun  disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Namun tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, ada pula yang awalnya pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika, atau racun untuk membunuh musuh. Misalnya, strychnin dan kurare mulanya digunakan sebagai racun-panah penduduk pribumi Afrika dan Amerika Selatan. Contoh yang lebih baru ialah obat kanker nitrogen-mustard yang semula digunakan sebagai gas racun ( mustard gas ) pada perang dunia pertama.
Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas dan efek yang sering kali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya. Kondisi ini dianggap kurang memuaskan, sehingga lambat laun para ahli kimia mulai mencoba  mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya. Hasil percobaan mereka adalah serangkaian zat kimia, yang terkenal diantaranya adalah efedrin dari tanaman Ma Huang ( Epherda vulgaris ), kinin dari kulit pohon kina, atropin dari Atropa belladonna, morfin dari candu ( Papaver somniferum ) dan digoksin dari Digitalis lanata. Dari hasil penelitian setelah tahun 1950 dapat disebutkan reserpin dan resinamin dari pule landak  ( Rauwolfia serpentina ), sedangkan obat kanker vinblastin dan vinkristin berasal dari Vinca rosea, sejenis kembang serdadu. Penemuan tahun 1980 adalah obat malaria artemisinin yang berasal dari tanaman China, qinghaosu ( Artemisia annua ). Penemuan terbaru adalah onkolitika paclitaxel ( taxol ) dari jarum-jarum sejenis cemara ( konifer ) Taxus brevifolia/baccata (1933) dan genistein dari kacang kedelai.
Munculnya Obat Kimiawi Sintetis
Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya obat-obat termasyhur, yaitu Salvarsan dan Aspirin sebagai pelopor, yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutika sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya, sudah lebih dari dua ribu tahun diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi luka menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928 khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander Fleming.
Sejak tahun 1945 ilmu, kimia, fisika, dan kedokteran berkembang pesat ( misalnya sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA ) dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat setahunnya yang mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obatan mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama ‘masa hidupnya’, karena segera terdesak oleh obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya. Namun menurut taksiran lebih kurang 80 % dari semua obat yang kini digunakan secara klinis merupakan penemuan dari tiga dasawarsa terakhir.