Sabtu, 26 Mei 2012

Bahaya Tersembunyi Parasetamol, Hati-Hati !


Selama bertahun-tahun konsumen merasa aman dalam memilih parasetamol sebagai obat pereda sakit. Berbeda dengan painkiller jenis ibuprofen atau asetosal (asam asetilsalisilat), parasetamol tidak menyebabkan peradangan. Karena itulah obat ini sering dianggap aman. Tetapi faktanya, studi terbaru menunjukkan parasetamol dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan liver, bahkan kematian.

Parasetamol merupakan obat analgesik yang populer digunakan untuk melegakan sesak napas, demam, atau sakit ringan. Namun baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengeluarkan peringatan akan banyaknya obat penghilang rasa sakit (painkiller) yang dijual bebas dan mengandung parasetamol, bisa membahayakan karena berpotensi merusak liver (Hasibuan, 2009).
Tak disangka, ternyata penggunaan parasetamol dalam jangka waktu panjang dan terus menerus dapat menimbulkan akibat fatal bagi kesehatan. Apa saja bahaya yang ditimbulkan dari parasetamol? Bagaimana cara menggunakan parasetamol dengan aman? Berikut akan dijabarkan mengenai seluk beluk parasetamol, dampak negatif, dan cara aman serta dosis yang dianjurkan dalam penggunaannya.

Parasetamol  Di Mata Masyarakat
Acetaminophen atau parasetamol merupakan obat yang paling laku dan paling banyak dikonsumsi orang selain Amoxicillin. Setiap kali menderita demam, parasetamol sudah pasti akan menjadi obat yang paling dicari untuk menurunkan panas badan. Kalau di dunia blog kita sering mendengar istilah seleb blog maka di dunia obat, parasetamol bisa kita masukan ke dalam seleb drug alias seleb obat.
Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain. Cukup banyak pilihan bukan? Namun tidak usah khawatir walaupun dengan nama dagang, harga obat ini termasuk terjangkau bagi semua kalangan.
Parasetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, parasetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Jadi, tidak perlu heran bila suatu saat diberikan parasetamol oleh dokter untuk mengatasi sakit kepala atau sakit gigi.
Parasetamol sering dikombinasikan dengan aspirin untuk mengatasi rasa nyeri pada rematik sebab parasetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin sehingga bila kedua obat ini digabung maka akan didapatkan sinergi pengobatan yang bagus pada penyakit rematik. Parasetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter (Tahitian, 2010).
Hampir setiap obat sakit kepala dan demam yang dijual secara bebas pasti mengandung parasetamol, hanya saja kadarnya yang berbeda.Memang diakui, parasetamol terbukti sangat efektif untuk menghilang rasa nyeri dalam waktu singkat.
Parasetamol memang sangat manjur untuk menghilangkan rasa sakit kepala, pusing atau demam. Tapi, dibalik keampuhannya tersebut, ternyata menyimpan bahaya yang cukup besar yang bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Penelitian Mengenai Bahaya Parasetamol
Penggunaan parasetamol secara berlebihan atau sering, bisa menimbulkan efek samping dikemudian hari. Seperti yang ditulis di jurnal Lancet, dua penelitian telah menemukan bahwa penggunaan parasetamol dalam intensitas yang cukup sering, dapat meningkatkan resiko anak terkena asma dan eksim ketika mereka berusia 6 atau 7 tahun.
Pada penelitian yang pertama, para peneliti menemukan, dari 205.000 anak, yang menggunakan parasetamol di tahun pertama kehidupan mereka ternyata meningkatkan risiko terkena asma pada usia 6 atau 7 tahun sebesar 46 persen, dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsinya (Sunanda, 2010).
Satu teori yang dikemukakan oleh para peneliti mengenai hubungan antara parasetamol dengan asma adalah antioksidan. Parasetamol mampu mengurangi kadar antioksidan dalam tubuh. Padahal, antioksidan sangat dibutuhkan tubuh untuk melawan radikal bebas yang masuk ke tubuh kita dan mencegah kerusakan. “Parasetamol dapat mengurangi kadar antioksidan dan itu dapat menimbulkan stres pada paru-paru dan menyebabkan asma,” kata Richard Beasley di Medical Research Institute of New Zealand, seperti dikutip dari Reuters. 
Sama halnya pada asma. Penggunaan parasetamol dapat melipat gandakan risiko eksim, bersin yang terus-menerus, bunyi napas sengau, dan sakit tenggorokan, ketika anak berusia 6 atau 7 tahun (Hasibuan, 2009).
Oleh sebab itu, para peneliti sangat mendukung pedoman yang diberikan oleh WHO, yang merekomendasikan parasetamol tidak boleh digunakan secara rutin. Sebaiknya parasetamol hanya digunakan untuk anak-anak yang mengalami demam tinggi (38,5 derajat Celcius atau lebih).
Bila karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini melebih dosis maksimum tadi maka jangan heran bila kelak terjadi kerusakan hati yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan harus segera ke dokter antara lain : mual sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, dan rasa lelah dan lemas.
Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain : kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa, bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum parasetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Bagi penderita penyakit asma dan penyakit paru obstruktif menahun atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Hasil ini berdasarkan data survei yang dikumpulkan oleh 'Third National Health and Nutrition Examination Survey' dari tahun 1988-1994 pada sekitar 13.500 orang dewasa di Amerika Serikat. Mereka semua memberikan informasi akan obat yang dipakai yaitu Aspirin Parasetamol dan Ibuprofen (Hasibuan, 2009).
Dari data survey ini terlihat bahwa mereka yang menggunakan obat Parasetamol, mengalami resiko untuk menderita Asma dan COPD yang lebih tinggi. Dan pada penggunaan Parasetamol rutin setiap hari atau penggunaan lebih besar,
Penelitian yang dilakukan pada hewan, dosis tinggi dari Parasetamol akan menurunkan kadar dari salah satu antioksidan yang penting, yaitu Glutathion, yang ada pada jaringan paru. Jadi,kemungkinan gangguan paru yang terjadi akibat pemakaian rutin Parasetamol disebabkan karena terjadi penurunan Glutathion, yang menyebabkan peningkatan resiko dari kerusakan jaringan paru dan peningkatan dari penyakit pernafasan.Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa penggunaan Parasetamol dapat meningkatkan resiko yang berat bagi penderita asma.
Bahaya Parasetamol atau yang disebut juga Asetaminofen, ternyata tidak hanya menyerang paru-paru saja, termasuk juga ginjal bila digunakan dalam waktu yang lama. Kebiasaan menggunakan Parasetamol, terutama bagi kaum wanita untuk menghilangkan nyeri seperti pada saat haid, dinilai sangat membahayakan. Penelitian ini dilakukan terhadap 1.700 wanita yang diteliti selama lebih dari 11 tahun, yang mengalami penurunan fungsi filtrasi ginjal sebesar 30 persen. Dari penelitian terlihat bahwa wanita yang mengkonsumsi Parasetamol sebanyak 1.500 - 9.000 butir selama hidupnya, berisiko untuk mengalami gangguan ginjal sebesar 64 persen (Sunanda, 2010).
Sedangkan untuk mereka yang mengkonsumsi lebih dari 9.000 tablet, risiko ini meningkat hingga dua kali lipat. Tapi penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi ginjal dengan Aspirin atau obat pereda nyeri/inflamasi lainnya seperti golongan anti inflamasi non-steroid (Hasibuan, 2009).

Dosis Aman Penggunaan Parasetamol
Sebelumnya menurut rekomendasi FDA dosis aman mengonsumsi parasetamol tidak lebih dari 4000 mg dalam jangka 24 jam bagi orang dewasa dan anak berusia di atas 12 tahun. Jika tidak ada masalah di organ hati, dosis maksimum parasetamol untuk orang dewasa adalah 4 gram (4000mg) per hari atau 8 tablet parasetamol 500mg (Hasibuan, 2009).
Sayangnya karena parasetamol termasuk obat yang mudah didapat, overdosis obat baik sengaja atau tidak sering terjadi. Misalnya saja orang yang menderita arthritis atau nyeri sendi yang dengan mudah mengalami overdosis bila ia mengonsumsi obat arthrtitis tiap 4 atau 6 jam dan ditambah obat penghilang nyeri lainnya yang mengandung parasetamol dan biasanya dijual bebas. Obat nyeri sendi seperti tylenol mengandung 325 mg parasetamol dan 500 mg untuk jenis ekstra kuat.
Untuk menghidari efek samping tersebut, FDA menurunkan dosis aman parasetamol, yakni 3.250 mg untuk orang dewasa (sebagian ahli merasa dosis ini masih terlalu tinggi) dan untuk dosis tunggal tidak lebih dari 650 mg (Hasibuan, 2009).
Selain itu karena kombinasi parasetamol dan alkohol bisa meracuni liver, maka orang yang mengonsumsi lebih dari tiga gelas minuman beralkohol disarankan untuk mengurangi asupan parasetamol dari dosis biasa.
Konsumen juga diharapkan mewaspadai kemungkinan over dosis karena mengonsumsi beberapa jenis obat yang mengandung parasetamol secara bersamaan untuk mengurangi gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri menstruasi, atau influenza.
Lalu, sebatas apa parasetamol boleh digunakan? Menurut peneliti, penggunaan parasetamol satu kali sebulan atau lebih dengan dosis tingi, mampu meningkatkan risiko asma sebanyak tiga kali. Penggunaan parasetamol yang dinilai cukup (medium) didefinisikan sebagai penggunaan sebanyak satu kali setahun atau lebih, tetapi kurang dari satu kali sebulan.
Peringatan diatas bukannya tanpa alasan sebab walaupun parasetamol kelihatan seperti obat yang jinak, namun dibalik semua itu terdapat banyak efek samping yang perlu diwaspadai. Tetapi hal tersebut tidak usah terlalu dikhawatirkan, asal diminum sesuai dengan anjuran maka efek samping tidak akan pernah muncul dan walaupun muncul, derajatnya sangat ringan.

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Parasetamol
Walaupun sebenarnya obat ini bisa dibeli dengan bebas di warung warung, tetapi dalam penggunaanya tentu saja harus tetap memperhatikan pakem atau dosis yang dianjurkan. Jangan pernah coba coba minum obat ini melebihi dari dosis yang dianjurkan bila ingin selamat. Jangan pula meminum obat ini selama lebih dari 10 hari berturut turut tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan diberikan pada anak dibawah 3 tahun tanpa terlebih dahulu meminta saran dari dokter (Tahitian, 2010).
Segera ke dokter bila salah satu dari tanda berikut muncul setelah anda minum parasetamol. Tanda tanda itu antara lain : terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan demam dan nyeri tenggorokan tidak berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjalani pengobatan dengan parasetamol antara lain, sebelum minum parasetamol, sampaikan ke dokter anda kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi parasetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit khronis seperti penyakit hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetmol dapat merusak hati, maka bila ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan mempercepat terjadinya kerusakan hati.
Penelitian yang dilakukan serta hasil yang telah dipublikasikan tidak bertujuan untuk menakut-nakuti konsumen, namun agar mereka berhati-hati dalam menggunakannya untuk jangka panjang.
Selain itu bagi para peneliti, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan pengobatan lain dalam mengatasi rasa nyeri, yang tidak berbahaya bila digunakan untuk waktu yang lama.




DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Rusli. “Parasetamol Tak Seaman yang Dikira.” http://www.untukku.com/artikel-untukku/parasetamol-tak-seaman-yang-dikira-untukku.html (diakses tanggal 6 Juli 2011)

Sunanda, Ade. “Bahaya Penggunaan Parasetamol.” http://obatherbal.adesunandar.com/2011/03/bahaya-penggunaan-parasetamol/ (diakses tanggal 6 Juli 2011)

Tahitian, Noni Jush. “Dampak Negatif Parasetamol Bagi Kesehatan.” http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=192108297478117 (diakses tanggal 6 Juli 2011)